Gejolak pasar uang dan modal global mempunyai pengaruh besar kondisi pasar uang dan modal di dalam negeri. Anjloknya harga IHSG merupakan bukti lemahnya perekonomian Indonesia terhadap pasar global.
Menjadi catatan penting, ketika pengalaman krisis ekonomi 1997 dan masih memburuknya kinerja perekonomian Indonesia hingga kini pada dasarnya disebabkan oleh karena integrasinya yang semakin erat pada tatanan kapitalisme internasional. Krisis yang begitu dahsyat dan berdampak buruk bagi raktyat Indonesia ternyata tidak teramalkan oleh para ahli ekonomi. Beberapa ekonom yang kritis dan yang bukan mainstreasms memang terlebih dahulu menyadari buruknya keadaan. Namun, pihak pemerintah dan ekonomi kebanyakan sama sekali tidak menduga akan adanya kejadian-kejadian pada tahun 1997 dan setahun setelahnya.
Penutupan Bursa Efek Indoneisa (BEI) dan dibarengi dengan langkah kebijakan penyelamatan bursa, minggu kemarin, bisa dibilang sebagai langkah yang untuk sementara bisa katakana tepat. Namun pemerintah masih harus was-was karena sebanyak 70% kepemilikan atas saham di pasar modal Indonesia saat ini dikuasai asing. Artinya, jika modal dengan tiba-tiba ditarik oleh pemiliknya dalam kondisi seperti ini sangat mungkin terjadi hostile take over terhadap sumber-sumber kekayaan (alam) Indonesia.
Pemerintah Harus Tombok
Ditengah batuk-batuknya perekonomian Indonesia dan kesulitan-kesulitan BUMN, masih saja BUMN harus menomboki di BEI atas turunnya IHSG. Untuk mendorong pulihnya kembali IHSG di Bursa Efek Indonesia pemerintah terpaksa menyiapakan dana sebesar Rp 4 triliun sebagai modal melancarkan jurus buyback saham-saham BUMN yang sudah go public atau membeli saham emiten diluar BUMN.
Lagi-lagi BUMN dipaksa harus menjadi tumbal untuk menyelamatkan perdagangan di Bursa. Menurut pemerintah, alasan BUMN sebagai penyangga atas kondisi krisis di bursa adalah alasan yang paling relistis. Sebab pemerintah hanya punya itu (BUMN)! Kemudian yang menjadi pertanyaan, siapakah yang diuntungkan? Dan siapakah yang dirugikan?
BUMN tidak lagi menjadi kebanggan soko guru perekonomian nasional yang mensejahterkan rakyat pada umumnya. BUMN hanya sebagai jaminan jangka pendek atas gonjang-ganjingnya perekonomian yang tidak memihak kepentingan rakyat. Disisi lain, pasar modal Indonesia juga telah menyumbangkan banyak keuntungan terhadap modal asing yang parkir di pasar Indonesia. Saat ini, dengan pertimbangan pasar, kebijakan-kebijakan pemerintah belum tertarik pada keberpihakan dan pertimbangan strategis terhadap bangsa dan rakyat Indonesia.
Dibarengi dengan presiden SBY menetapkan kebijakan yang salah satunya memastikan sekror riil tetap bergerak. Sangat ironis, ketika melihat relita di lapangan bahwa banyak terjadi penggusuran-penggusuran penggerak sektor riil di berbagai daerah. Artinya ada sebuah ketidakkonsistenan pemerintah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya..
Patut menjadi perhatian bagi si pembuat kebijakan dalam menanggapi tanda-tanda gejolak finansial global saat ini. Masyarakat sangat berharap kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan strategis jangan sampai rakyat harus menanggung kembali dampak yang terjadi seperti krisis-krisis sebelumnya.
Meskipun agaknya terlambat, alangkah baiknya pemerintah dan bangsa Indonesia harus menyadari bahwa kita sebaiknya dalam konteks perekonomian nasional hendaknya mampu menciptakan kemandirian ekonomi. Tak dielakkan lagi, kekuatan eksternal global lebih mempunyai pengaruh sangat kuat terhadap kondisi perekonomian nasional. Dan, saat ini kita telah tertinggal oleh banyak langkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar