Keputusan bisnis selalu mengandung resiko yang tidak menentu mengikuti kondisi pasar. Sikap luwes cocok dalam menghadapi pasar. Perasaan dan insting perempuan dalam memprediksi pasar kadang lebih akurat. Kadang, perempuan sebagai sumber daya manusia yang kompetitif penuh semangat untuk berwirausaha masih dipandang sebelah mata.
Tidak banyak perempuan yang bergelut dengan berwirausaha. Masih banyak kendala yang menjadi penghalang para perempuan dalam berwirausaha terutama faktor sosiologis - gender. Banyak dari pelaku usaha perempuan beralasan lebih karena terdesak oleh keadaan yang memaksa untuk berwirausaha. Mulanya, perempuan berwirausaha membantu suaminya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pendidikan anakanya. Surtini Suderajat penerima PWI Award 2010 sebagai pengusaha Kebumen yang berhasil menjelaskan bahwa kurang dari 30 persen perempuan yang terjun di bidang wirausaha. Dan, masih banyak perempuan yang masih terhalang oleh faktor sosiologis untuk berwirausaha.
Memang, Ritzer (2004), tampaknya tak terbantahkan bahwa gender seseorang – laki-laki atau perempuan – berbasis biologis. Orang dipandang sekedar menampilakan perilaku yang tumbuh dari tampilan biologis mereka. Jenis kelamin (sexiness) jelas merupakan capaian; orang butuh bertindak dan bicara dengan satu dan lain cara agar bisa terlihat “berjenis kelamin”. Najlah Nakiyah (2005) namun, istilah gender dipakai untuk pengertian jenis kelamin secara non-biologis, yaitu secara sosiologis dimana perempuan direkonstruksikan sebagai mahluk yang lemah lembut sedangkan laki-laki sebagai mahluk yang perkasa. Hal yang sama juga dijelaskan bahwa gender adalah perbedaan peran, perilaku, perangai laki-laki dan perempuan oleh budaya/masyarakat melalui interpretasi terhadap perbedaan biologis laki-laki dan perempuan. Jadi gender, tidak diperoleh sejak lahir tapi dikenal melalui proses belajar (sosialisasi) dari masa anak-anak hingga dewasa.
Mulyanto (2006) mengatakan gender dan kegiatan usaha seringkali tidak bisa diabaikan keterkaitannya. Beberapa jenis usaha sangat beraroma gender. Tambunan (2006) menjelaskan ada perbedaan antara penguasaha perempuan dan pengusaha laki-laki, yang ditentukan terutama oleh budaya dan aspek-aspek yang menyentuh seperti penilaian sosial/masyarakat umum terhadap perempuan karier, beban rangkap (sebagai ibu rumah tangga dan pelaku bisnis) dan keterbatasan mobilitas. Dalam kehidupan masyarakat Asia Tenggara, perempuan adalah penguasa dapur. Artinya, perempuan menguasai pengelolaan keuangan, redistribusi pendapatan, dan alokasi konsumsi. Latar sosial-budaya inilah yang bisa menjawab pertanyaan mengenai hubungan perempuan dengan usaha kecil.
Keunggulan kompetitif Perempuan
Nyatanya, jika dibandingkan dengan laki-laki, perempuan mempunyai keunggulan sumber daya manusia kompetitif dalam berwirausaha. Meskipun pada dasarnya perempuan lebih feminim yang tidak identik dengan sikap-sikap kewirausahaan sedangkan maskulin yang identik dengan kewirausahaan. Maskulin identik dengan keperkasaan, bergelut di sektor publik, jantan, agresif. Sedangkan feminim identik dengan lemah lembut, berkutat di sektor domestik (rumah), pesolek, pasif, dan lemah. Fakih (1996) mengemukakan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa.
Namun tidak sedikit pula pelaku usaha yang dijalankan atau dikelola oleh perempuan telah berhasil. Harus diakui perempuan mempunyai sikap dan nilai-nilai kewirausahaan yang terpendam. Jika dikembangkan akan menjadi keunggulan kompetitif wirausaha. Misalnya, perempuan lebih peka terhadap perasaan dan insting yang kuat dalam menyikapi kondisi pasar (market) atau kondisi pasar yang akan terjadi. Kelebihan yang lain antara lain, mempunyai keuletan, dan etos kerja yang tinggi. Perempuan lebih tahan terhadap kondisi pasar yang tidak mendukung dalam berwirausaha sebab pada dasarnya perempuan mempunyai sifat ketahan yang luar biasa terhadap tekanan.
Dalam menjalankan kegiatan dan keputusan bisnis memerlukan sikap dan perilaku luwes yang justeru dominan dimiliki oleh perempuan dari pada laki-laki. Sebab, setiap kegiatan dan keputusan bisnis selalu mengandung resiko yang tidak menentu. Selain itu, keberhasilan perempuan juga ditunjang dari kelebihan-kelebihan perempuan yang merupakan faktor dominan terhadap keberhasilannya sebagai pelaku usaha, antara lain telaten, jujur sehingga lebih dipercaya, ulet, sabar, teliti, cermat, serius tekun, tangguh, ikhlas, dan tidak egois.
Kelemahan-kelemahan Perempuan
Sebaliknya, perlu diingat bahwa perempuan juga memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat menjadikan kegagalan berwirausaha. Penyebab kegagalan yang berasal dari dirinya antara alain, memanfaatkan kesempatanuntu kepentingan pribadi, tidak berani mengambil resiko, kurang percaya diri atau terlalu percaya diri, tidak bisa membagi waktu atas peran gandanya dalam keluarga dan bisnis, sibuk dengan urusan keluarga, dan konsumtif.
Alasan lain yang bersinggungan dengan faktor sosiologis yaitu, ketergantungan yang kuat terhadap suami. Yang perlu diperhatikan yakni adanya pemahaman mengenai persepsi gender anatara suami dan istri. Jika masing-masing memahami dan menjalankan perannya masing apalagi menyatukannya dalam sebuah kekuatan bisnis, peluang keberhasilan bisnis lebih terbuka lebar.
*diambil dari berbagai sumber.